Arsitektur
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pantheon,
Roma
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam
artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan
perkotaan, arsitektur
lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain
produk. Arsitektur
juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Daftar isi
- 1 Ruang lingkup dan
keinginan
- 2 Teori dan praktik
- 3 Sejarah
- 4 Kesimpulan
- 5 Lihat pula
- 6 Pranala luar
Ruang lingkup dan keinginan
Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura
(yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik
haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan
Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan
dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang
melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup
pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula
bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika
maupun psikologis.
Arsitektur
adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan
sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari
ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan
penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan
bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb.
Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah
beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.
Teori dan praktik
Pentingnya teori untuk
menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan,
meskipun banyak arsitek mengabaikan
teori sama sekali. Vitruvius berujar: "praktikdan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang
berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan,
dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara
yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses
konversi bahan bangunan menjadi
hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang
berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai
bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik
hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang
arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia
dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya
dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar
bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan
idea.
Sejarah
Arsitektur
lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang
kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang
tersedia dan teknologi konstruksi).
Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian
manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi
lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses
uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses.
Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata
melanjutkan tradisi. Arsitektur
Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di
banyak bagian dunia.
Permukiman
manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus
produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban.
Kompleksitas bangunan dan
tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan
dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru
seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur
Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur
berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya
tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam
pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah
karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di
periode Klasik dan Abad
Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah
hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli
keterampilan bangunan untuk
mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora
dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan
menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada
arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo
da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada
pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau
bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun
dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih
bersifat umum.
Bersamaan
dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta
teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian
bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan
bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang
merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis
melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa
menekankan konteksnya.
Sementara
itu, Revolusi Industri membuka
pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai
bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas
dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi
massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran
dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan
terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran
yang mendasari Arsitektur Modern, antara
lain, Deutscher Werkbund (dibentuk
1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik
merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah
itu, sekolah Bauhaus (dibentuk
di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur
sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika
Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan
estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang
melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai
"master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi
masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun,
masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada
tahun 1960-an, antara
lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta
dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan
usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual,
meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat
bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang
interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan)
adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana
baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar
pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian
arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka
pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah
perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur
haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan
teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology
Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai
mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku,
lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan
dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur
menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini
membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi
arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari
dalam perancangan bangunan yang
bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan
eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang
ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.
Kesimpulan
bangunan adalah
produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih
dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara
berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek
tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian
arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit,
atau bangunan yang
memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh
masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah,
tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan
ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog
yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah
disiplin ilmu.
Lihat pula
Pranala luar
- Portal Informasi Dunia Konstruksi dan
Arsitektur Indonesia
- Forum dan Komunitas
Teknik Sipil Indonesia
0 comments:
Post a Comment